^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Kitab Suci Tidak Mengajarkan Sola Scriptura (Kitab Suci Sebagai Satu-satunya Aturan Iman)
Menurut orang-orang Protestan, Kitab Suci mengajarkan bahwa Kitab Suci (kata-kata Allah yang tertulis) adalah satu-satunya aturan iman seorang Kristiani. Bersama dengan justifikasi {pembenaran} lewat iman saja (sola fide), Kitab Suci saja (sola scriptura) adalah salah satu prinsip utama “reformasi” Protestan.
Tetapi, kenyataannya adalah bahwa Kitab Suci tidak mengajarkan bahwa Kitab Suci adalah satu-satunya aturan iman untuk seorang Kristiani. Kita akan melihat bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa Kitab Suci dan tradisi para Rasul adalah sumber dari wahyu Kristus, dan bahwa seseorang harus menerima keduanya bersama dengan Gereja. Itulah mengapa Gereja Katolik selalu mengajarkan bahwa terdapat dua sumber wahyu ilahi (Kitab Suci dan Tradisi Suci); dan bahwa Gereja yang dibangun oleh Yesus Kristus telah diberikan kuasa untuk menentukan arti sejati dari Kitab Suci dan Tradisi.
YESUS BERKATA BAHWA SESEORANG HARUS MENDENGARKAN JEMAAT {GEREJA}, YANG IA TIDAK AKAN PERNAH KATAKAN BILA KITAB SUCI MENGAJARKAN KITAB SUCI SAJA
Ajaran Yesus ini, bahwa seseorang harus mendengarkan Gereja jika ia tidak mau dianggap sebagai orang yang tidak mengenal Allah, membantah ide Sola Scriptura {Kitab Suci saja}.
KITAB SUCI MENGAJARKAN BAHWA GEREJA, DAN BUKAN KITAB SUCI, ADALAH TIANG PENOPANG DAN DASAR KEBENARAN
Seperti yang seorang mantan pendeta Protestan (yang akhirnya melihat kepalsuan Protestantisme) katakan: “Jika sayalah yang menulis ayat tersebut [1 Tim. 3:15] sebagai seorang Protestan, saya akan menyebutkan bahwa Kitab Sucilah, bukan Gereja, tiang penopang dan dasar dari kebenaran. Tetapi St. Paulus berkata bahwa Gerejalah keduanya. Hal ini berarti bahwa Gereja haruslah dalam segala hal mutlak sempurna seperti Kitab Suci, dan Gereja harus menghadirkan sesuatu yang unik dalam menyajikan kebenaran akan Yesus Kristus.”
Peranan unik dari Gereja adalah bahwa ia mengajarkan arti sejati Kitab Suci dan Tradisi dalam istilah-istilah dan dogma-dogma yang tepat, yang bukanlah tujuan dari Kitab Suci di dalam seluruh ayat-ayatnya. Terlebih lagi, jika Gereja adalah sempurna dan merupakan tiang penopang kebenaran, tentunya harus terdapat sebuah cara untuk mengakui ajarannya yang sempurna lewat otoritas yang turun-temurun yang akan menjaga kebenaran dan penggunaan kekuasaannya.
KITAB SUCI MENGAJARKAN BAHWA KATA-KATA LISAN ADALAH “SABDA ALLAH” DI SAMPING KATA-KATA YANG TERTULIS
Kesalahpahaman Protestan yang umum adalah bahwa “sabda Allah” merujuk hanya kepada Kitab Suci. Kenyataannya adalah bahwa Kitab Suci berulang kali menyebut bahwa tradisi lisan adalah “Firman Allah”. (Yesus Kristus sendiri juga disebut “Firma Allah” di Yohanes 1 dan Ibrani 11:3). Dengan mendeskripsikan tradisi lisan sebagai “firman Allah”, Kitab Suci menunjukkan bahwa tradisi oral para rasul adalah sempurna {infallible}; dan bahwa hal tersebut melambangkan, bersama dengan Kitab Suci, salah satu sumber wahyu Yesus Kristus yang harus diterima.
St. Paulus jelas-jelas merujuk kepada tradisi lisan.
Kata-kata yang didengar ini dideskripsikan sebagai “firman kebenaran” dan Injil. rujukan kepada “firman” yang telah datang ke seluruh dunia mendukung bahwa ayat ini merujuk kepada kata-kata lisan dan bukan Kitab Suci; karena tidaklah mungkin bahwa hal ini merujuk kepada Kitab Suci pada waktu yang sama.
Yesus berdoa untuk mereka yang akan percaya lewat “pemberitaan” para Rasul-Nya. Tetapi hanyalah beberapa dari Rasul-rasul-Nya yang menulis kata-kata di dalam Kitab Suci. Kebanyakan tidak. “Pemberitaan mereka” lewat mana orang akan percaya, haruslah, maka dari itu, merupakan khotbah mereka dan komunikasi tradisi lisan dan bukan tulisan mereka.
Ayat ini jelas-jelas menggambarkan sabda Allah sebagai “firman Allah”.
Hal ini merujuk kepada wahyu kepada St. Yohanes Pembaptis.
Dipenuhi Roh Allah, St. Petrus mengkhotbahkan Injil dengan berani.
KITAB SUCI MENGAJARKAN BAHWA TRADISI LISAN HARUS DITERIMA BERSAMAAN DENGAN KITAB SUCI
Ayat-ayat berikut membantah seluruh ide akan Kitab Suci saja. Mereka menunjukkan bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa tradisi para Rasul juga harus diterima. Tradisi para Rasul telah diberikan oleh Yesus kepada para Rasul, tetapi tidak semuanya tertulis secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Berikut adalah contoh dari Yudas 1:9, di mana kita membaca:
Pertentangan antara Iblis dan Mikhael Malaikat Agung tidak dijelaskan dengan detail di dalam Kitab Suci. Sang penulis menariknya dari sebuah tradisi. Berikut adalah ayat-ayat dari Perjanjian Baru yang menegaskan ajaran Katolik akan perlunya menerima Kitab Suci dan Tradisi.
2 Tesalonika 2:15- “Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.”
Hal ini jelas-jelas menunjukkan bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan bahwa tidak semua yang harus dipercayai tertulis adanya, tetapi beberapa disampaikan lewat tradisi lisan.
Seperti yang dibuktikan ayat-ayat tersebut, “perintah manusia” (Matius 15:9, Markus 7:8, dst) yang Yesus kecam tidak berhubungan dengan tradisi apostolik sejati, yang Kitab Suci perintahkan kepada kita untuk terima. Yesus mengecam praktik buatan manusia dari orang-orang Farisi.
Menurut para pelajar, kitab terakhir di dalam Kitab Suci (Kitab Wahyu) dituliskan paling awal pada sekitar tahun 68 Masehi dan paling akhir sekitar tahun 95 Masehi. Yesus Kristus naik ke Surga kira-kira tahun 33 Masehi. Maka, bagaimanapun pandangan orang akan penanggalan Kitab Wahyu, tidak diragukan bahwa Gereja Kristus telah hadir dan beroperasi selama puluhan tahun (30 sampai 60 tahun) bahkan sebelum Kitab Suci diselesaikan. Jadi, siapakah yang membimbing umat Kristiani selama periode tersebut? Bagaimana mereka tahu persisnya bagaimana mereka harus beriman dan diselamatkan? Jawabannya: Gerejalah yang mengajarkan mereka.
Penulisan Kitab Wahyu diperkirakan antara 68 M - 95 M.
Gerejalah yang, sejak dari hari-hari awalnya, menjadi aturan utama iman untuk pertanyaan-pertanyaan doktrin Kristiani dan keputusan-keputusan telah dibuat untuk seluruh generasi bahkan sebelum Kitab Suci diselesaikan. Maka, adalah sebuah fakta bahwa Kitab Suci bukanlah dan tidaklah bisa menjadi aturan iman satu-satunya. Memang, baru setelah 300 tahun kemudianlah Gereja akan secara resmi menentukan kitab-kitab mana yang termasuk Kitab Suci.
BARULAH PADA ABAD KE-4 KANON KITAB SUCI AKHIRNYA DITENTUKAN
Hal ini adalah poin yang penting. Di dalam tiga abad pertama setelah Kristus, terdapat pertentangan akan susunan Kitab Suci yang persis. Susunan kitab-kitab (yang disebut Kanon) tidaklah sama di semua daerah. Beberapa kitab yang dianggap bagian Kitab Suci di beberapa daerah dicurigai atau ditolak di daerah-daerah lain.
Misalnya, Didache, Injil Barnabas, Surat Klemen Pertama, dan Gembala Hermas dianggap, di dalam beberapa kasus, sebagai kitab-kitab dalam Kitab Suci yang terilhami oleh Roh Kudus dan digunakan di dalam ibadah publik.[1] Walaupun mereka merupakan tulisan kuno yang sangat penting yang mengekspresikan tradisi Kristiani yang sejati, Gereja mendeklarasikan bahwa tulisan-tulisan tersebut bukanlah bagian dari Kitab Suci. Masalah ini tidak diselesaikan dan diklarifikasikan secara universal sampai kekuasaan Gereja Katolik menentukan urut-urutan Kitab Suci. Hal ini terjadi di Konsili Roma (382), Hippo (393), dan Kartago (397).
Sebelum Gereja membuat keputusannya, terdapat juga banyak keraguan akan 2 Petrus, kitab Yudas, Ibrani, 2 dan 3 Yohanes dan kitab Wahyu – semuanya akhirnya merupakan bagian Kitab Suci. Bahkan, “urut-urutan tertua yang dapat ditemukan akan kitab-kitab Kristiani adalah Kanon Muratorian, dari sekitar tahun 150 Masehi. Fragmen ini mengikutsertakan seluruh kitab Perjanjian Baru kecuali Ibrani, Yakobus, 1 Petrus, dan 2 Petrus, dan menganggap sebagai kanon [bagian dari Kitab Suci] Wahyu kepada Petrus dan Gembala Hermas, keduanya tidak diikutsertakan dalam kanon resmi Gereja.”[2]
Terdapat pula injil-injil yang palsu, seperti Injil Petrus, Injil Thomas, dan lain-lainnya. Injil-injil tersebut ditolak oleh Gereja dan tidak diikutsertakan di dalam Kitab Suci.
Karena orang-orang Protestan menolak kekuasaan Gereja Katolik, mereka sama sekali tidak memiliki cara untuk menentukan dengan pasti (i.e. tanpa salah) kitab-kitab mana yang menyusun Kitab Suci. Dari awal, Kitab Suci tidak memiliki sebuah daftar isi. Daftar isi telah ditambahkan oleh penerbit Alkitab anda. Alkitab tidak memberitahukan kitab-kitab mana yang terilhami dan kitab mana yang merupakan bagiannya. Lebih lanjut lagi, bahkan jika sebuah kitab menyebutkan kitab-kitab lain sebagai terinspirasi, dengan kriteria apa seseorang dapat menentukan bahwa kitab tersebut terinspirasi? Untuk sampai kepada urut-urutan yang sempurna untuk kitab-kitab tersebut, haruslah terdapat kekuasaan yang sempurna di luar Kitab Suci. Kekuasaan tersebut adalah Gereja. Maka, jika seseorang menolak kekuasaan sempurna Gereja dan hanya berpegang pada Kitab Suci saja, ia tetap tidak dapat menentukan apakah ia memiliki kitab-kitab sejati.
Sewaktu dihadapkan dengan masalah ini, seorang pelajar Protestan terkenal, R.C. Sproul terpaksa menggagaskan bahwa Kitab Suci adalah “kumpulan tidak sempurna akan kitab-kitab yang sempurna”. Jika anda pikirkan baik-baik hal tersebut, sebuah kumpulan yang tidak sempurna akan kitab-kitab yang sempurna adalah sebuah kontradiksi (pertentangan). Hal tersebut memberikan anda Kitab Suci yang tidak sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang Protestan tidak dapat mempertahankan secara logis bahwa Kitab Suci mereka adalah sempurna; karena mereka bahkan tidak tahu dengan pasti apakah mereka memiliki kitab-kitab yang benar.
Mengikuti inti masalah tersebut, setelah memisahkan diri dari Gereja Katolik, Martin Luther dan teman-teman Protestannya mencabut tujuh kitab dari Kitab Suci. Mereka mencabut kitab Tobias (Tobit), Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, Kitab Makabe Pertama dan Kedua, dan bagian dari Ester dan Daniel. Hasilnya, kitab suci Protestan (sampai hari ini) memiliki 66 kitab sedangkan Kitab Suci Katolik memiliki 73 kitab. Martin Luther dan para Protestan membuat keputusan drastis ini untuk mencabut tujuh kitab dari Kitab Suci, walaupun kitab-kitab tersebut telah diakui hampir secara universal sebagai bagian dari Kitab Suci selama lebih dari seribu tahun.
Terlebih lagi, ketujuh kitab yang para dicabut oleh Protestan dapat ditemukan di dalam Septuaginta. Septuaginta adalah sebuah terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani yang diselesaikan beberapa abad sebelum kelahiran Yesus Kristus. Beberapa orang mungkin bertanya: jadi mengapa Septuaginta sangatlah penting? Setelah yang kami utarakan di dalam bagian mengenai Api Penyucian, Perjanjian Baru mengutip dari Perjanjian Lama kira-kira 350 kali – dan sekitar 300 kutipan tersebut adalah dari versi Septuaginta. Hal ini berarti bahwa para penulis Perjanjian Baru menerima versi Septuaginta Perjanjian Lama, maka mereka juga menerima ketujuh buku yang ditolak oleh para Protestan.
Walaupun sering dikutip di Perjanjian Baru, Kitab Makabe dicabut dari Kitab Suci Protestan karena rujukannya terhadap doa untuk orang-orang yang sudah meninggal. Kepercayaan ini bertentangan dengan pandangan Protestan yang sesat, yang oleh karena itu, menyingkirkannya dari "kanon" Kitab Sucinya.
Harus dicatat pula bahwa bukanlah Kitab Suci, melainkan Tradisi dan Gereja yang menentukan penulis kitab-kitab dalam Kitab Suci. Injil Matius, sebagai contoh, tidak menunjukkan penulisnya. Dari Tradisi dan Gerejalah kita tahu siapa penulis Matius. Karena Kitab Suci tidak berbicara tentang penulis kitab Matius, logika orang Protestan akan mengharuskan mereka untuk menyimpulkan bahwa itu adalah pertanyaan yang terbuka.
Terlebih lagi, kesarjanaan Kitab Suci murni, tanpa petunjuk dari Gereja, tidak akan membimbing seseorang sampai kepada kanon alkitabiah yang benar. Kitab Filemon, misalnya, tidak memiliki ciri-ciri yang dimiliki kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya. Filemon tidak mengandung pesan keselamatan. Kitab tersebut hanyalah sebuah komunikasi dan permohonan tentang seorang budak yang melarikan diri. Fakta bahwa kitab ini mengklaim bahwa Paulus adalah penulisnya tidak cukup untuk membuktikan bahwa itu adalah bagian dari Kitab Suci, karena dokumen apa pun dapat membuat klaim tersebut dan tidak semua surat-surat Paulus diikutsertakan di dalam Kitab Suci.
DARI AWAL GEREJA, PARA ORANG-ORANG Bidah TELAH MENGUTIP DAN MENYALAHGUNAKAN KITAB SUCI UNTUK MENCIPTAKAN SEKTE DAN MENYEBARKAN AJARAN SESAT
Pada abad ke-4 Gereja bertarung melawan Arianisme. Hampir seluruh Gereja terpengaruhi ajaran sesat ini. Arianisme menolak keilahian Yesus Kristus. Arianisme berpendapat bahwa Allah Putra tidaklah kekal melainkan diciptakan pada suatu waktu oleh Allah Bapa. Pengajaran bidah ini sering kali licin dan pintar, dan orang-orang Arian mengutip banyak ayat di dalam Kitab Suci untuk mencoba membuktikan klaim mereka bahwa Yesus bukanlah seorang Allah sejati.
Untuk mengerti ajaran Kitab Suci dengan Tradisi Apostolik, pada tahun 325 Masehi, Gereja Katolik lewat Konsili Nicea dapat menolak bidah Arian dan menjelaskan dengan tepat ayat-ayat Kitab Suci yang disalahgunakan orang-orang Arian. Gereja mendeklarasikan bahwa Yesus adalah Allah sejati yang sederajat dengan Allah Bapa, dan menggunakan sebuah istilah yang tidak ditemukan di dalam Kitab Suci untuk mengecualikan semua dalih Arian. Gereja mengemukakan bahwa Yesus Kristus, Putra Allah adalah homoousios (konsubstansial atau sehakikat) dengan Allah Bapa. Hal ini menunjukkan arti sejati ajaran Kitab Suci akan Allah Tritunggal Mahakudus dan menghancurkan bidah Arian, yang mencoba untuk menyesuaikan seluruh ayat Kitab Suci dengan idenya yang sesat.
Arius, bidah abad ke-4 yang menentang keilahian Yesus Kristus, menyalahgunakan Kitab Suci dengan menafsirkan secara sesat ayat-ayatnya.
KITAB SUCI TIDAK DAPAT DIDISTRIBUSIKAN SECARA MASSAL SAMPAI ABAD KE-15
Sebelum ditemukannya alat pencetak pada abad ke-15, adalah sebuah upaya yang sulit dan memakan waktu untuk memperbanyak Kitab Suci. Hal tersebut harus dilakukan dengan tangan. Kesulitan ini, bersama dengan kebutahurufan yang umum, berarti hanya sedikit orang memiliki Kitab Suci selama 15 abad pertama Gereja. Apakah Allah meninggalkan Gereja-Nya tanpa jalan untuk mendistribusikan secara massal satu-satunya aturan iman untuk 1500 tahun pertama Gereja? Tentunya tidak. Ide ini konyol dan menyangkal dirinya sendiri. Dalam millenium pertama, aturan iman Kristiani adalah Gereja. Hal ini tetap sama pun hari ini. Gereja adalah aturan utama iman, yang memberikan pengertian yang benar akan Kitab Suci dan Tradisi, yang adalah kedua sumber dari wahyu Yesus Kristus.
MANUSKRIP ALKITAB ORISINAL TIDAK LAGI DAPAT DIPEROLEH
Manuskrip orisinal Kitab Suci tidak lagi ada. Kita memiliki kopi dari manuskrip orisinalnya, tetapi tidak memiliki manuskrip yang orisinal. Lalu, di manakah di dalam Kitab Suci diajarkan bahwa kopi dari manuskrip orisinal akan dilindungi dari kesalahan dan digunakan sebagai satu-satunya aturan iman Kristiani? Kitab Suci bahkan tiak mengajarkan bahwa ia adalah satu-satunya aturan iman untuk umat Kristiani, dan tentunya orang-orang Protestan tidak dapat membuktikan bahwa salinan Alkitab akan dilinungi dari kesalahan karena hal tersebut tidak tertulis di mana-mana. (Terlebih lagi, umat Katolik-lah, terutama para biarawan, yang mempertahankan Kitab Suci dengan menyalinnya.) Jika seorang Protestan berargumentasi bahwa Allah memastikan bahwa kata-kata-Nya dilindungi dalam proses penyalinan, maka orang Protestan tersebut berpindah keluar dari prinsip hanya Kitab Suci saja. Ia mengakui bahwa Allah menyebarkan perlindungan akan pengajaran-Nya dan kata-kata-Nya kepada badan-badan yang berkuasa dan orang-orang di luar Kitab Suci (contoh, Gereja Katolik). Jika hal tersebut dapat diterapkan kepada kata-kata yang tertulis, hal tersebut juga dapat diterapkan kepada ajaran lisan-Nya (Tradisi).
KITAB SUCI MENGAJARKAN BAHWA TERDAPAT HAL-HAL YANG TIDAK TERHITUNG YANG YESUS KATAKAN DAN LAKUKAN YANG TIDAK TERTULIS DI DALAM KITAB SUCI
Tidak semua yang Yesus katakan dan ajarkan kepada para Rasul tertulis di dalam Kitab Suci. Hal ini jelas.
YESUS MEMERINTAHKAN PARA RASULNYA UNTUK MEMBERITAKAN INJIL, BUKAN UNTUK MENULIS
Dengan pengecualian yaitu perintah yang diberikan kepada St. Yohanes untuk menuliskan Kitab Wahyu, Yesus tidak memerintahkan kepada siapa-siapa untuk menulis apa pun. Tetapi, Ia memerintahkan mereka untuk memberitakan Injil dan membaptis.
Jika sabda tertulis dari Kitab Suci adalah satu-satunya aturan iman, seperti yang diklaim oleh orang-orang Protestan, Yesus akan memerintahkan mereka untuk menulis dan mendirikan kelompok pembaca Kitab Suci. Tetapi Ia tidak melakukan hal semacam itu. Yesus memerintahkan mereka untuk mengajarkan semua bangsa-bangsa seluruh kebenaran-Nya lewat kata tertulis, lewat pengajaran. Pertimbangan-pertimbangan yang sederhana ini menunjukkan bahwa posisi Protestan akan sola scriptura (yaitu Kitab Suci saja) adalah salah sama sekali.
KITAB SUCI TIDAK MENGAJARKAN BAHWA INTERPRETASI PRIBADI KITAB SUCI DIMAKSUDKAN OLEH YESUS
Hal ini menentang ide Protestan bahwa siapa pun yang membaca Kitab Suci akan diterangi oleh Allah secara langsung. Kita dapat melihat bahwa hal tersebut bukanlah ajaran Alkitab.
PAULUS BERKONSULTASI KEPADA JEMAAT (GEREJA) DAN BUKAN KITAB SUCI, SEWAKTU MENGHADAPI DILEMA DOKTRIN DI KISAH PARA RASUL 15
Sewaktu dihadapkan dengan dilema doktrin di dalam Kisah Para Rasul 15, Paulus tidak mencari keterangan dari Kitab Suci tetapi membicarakan hal tersebut dengan kepemimpinan Gereja.
St. Petrus dan St. Paulus. Walaupun St. Paulus mewartakan Injil di mana-mana, ia tetap berkonsultasi soal doktrin kepada Gereja.
Berikut adalah beberapa contoh lain di dalam Kitab Suci di mana ajaran-ajaran atau perintah yang dijalankan lewat komunikasi lisan dan tradisi, dan bukan dengan membaca Kitab Suci.
PENOLAKAN: ORANG-ORANG PROTESTAN BERKATA BAHWA 2 TIMOTIUS 3:15-17 MENGAJARKAN KITAB SUCI SAJA
Ayat ini tidak mengajarkan Kitab Suci saja. Ayat ini mengajarkan bahwa semua Kitab Suci terinspirasi {oleh Roh Kudus}. Hal ini mengajarkan bahwa semua Kitab Suci memberi berkat. Hal ini mengajarkan bahwa Kitab Suci memberikan seorang manusia alat untuk berbuat baik. Tetapi, poin-poin Protestan menunjuk kepada bagian yang berkata bahwa Kitab Suci memperlengkapi pengikut Allah untuk setiap perbuatan baik. Mereka menggugat bahwa kata-kata tersebut mengajarkan cukupnya Kitab Suci saja; bahwa tidak ada hal lain yang dibutuhkan. Hal ini digugat oleh beberapa poin.
Hal ini dibantah, pertama-tama, dengan melihat ayat-ayat dengan gaya bahasa yang mirip. Bahkan, kita hanya perlu melihat beberapa ayat sebelumnya untuk melihat contoh ini.
Kitab Suci mengajarkan bahwa jika seseorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi siap untuk “setiap pekerjaan yang mulia”. Ini adalah kalimat yang sama seperti 2 Timotius 3:17. Tentunya, hal ini tidak berarti bahwa menyucikan dirinya sendiri dari hal-hal yang jahat itu sendiri cukup, dengan sendirinya, untuk melakukan setiap perbuatan baik. Bahkan orang-orang Protestan juga akan berkata bahwa seseorang tetap harus menerima Yesus, menaati kuasa Kitab Suci, dan menjauhi hal-hal lain. Maka, ini adalah contoh utama akan bagaimana orang-orang Protestan menyalahgunakan dan menyalahartikan kalimat di 2 Timotius 3:17. Yang kedua ayat tersebut katakan mensyaratkan (mengandalkan) kesetiaan kepada prinsip-prinsip Kristiani serta fondasi Kristiani lain.
Dalam kata lain, jika seseorang beriman Kristiani dan menerima kekuasaan yang ditetapkan Kristus, dan jika ia menyucikan dirinya sendiri dari hal-hal yang buruk, ia akan disiapkan untuk melakukan berbagai pekerjaan yang mulia. Demikian pula, jika seseorang beriman Kristiani dan menerima Gereja, Tradisi, dsb, maka pengetahuannya akan Kitab Suci akan melengkapinya untuk melakukan seluruh perbuatan baik. 2 Timotius 3:17 tidak mengajarkan Kitab Suci saja. Berikut adalah contoh lain untuk hal ini:
Apakah hal ini berarti bahwa jika kita bertekun, kita tidak memerlukan apa pun lagi, termasuk Kitab Suci, dan Gereja, atau hal lainnya? Tentunya tidak. Hal ini mengandalkan hidup Kristiani, dan penerimaan seluruh institusi Kristiani (Kitab Suci, Tradisi, Gereja, dsb.).
KITAB SUCI SECARA SPESIFIK MEMPERINGATKAN AGAR TIDAK MENYALAHGUNAKAN KITAB SUCI UNTUK MENCIPTAKAN DOKTRIN-DOKTRIN SALAH YANG MENUNTUN SESEORANG KEPADA KEHANCURAN
Adalah hal yang menarik, bahwa ayat ini, yang berkenaan dengan memutarbalikkan Kitab Suci menjadi kebinasaan terdapat di dalam surat St. Petrus, yang dipilih untuk menjadi Paus pertama.
St. Petruslah yang memperingatkan orang-orang agar tidak menyalahgunakan tulisan St. Paulus. Tulisan St. Pauluslah yang paling sering disalahgunakan dan disalahartikan oleh para Protestan untuk menciptakan doktrin-doktrin palsu, seperti justifikasi {pembenaran} lewat iman saja dan Kitab Suci saja.
KITAB SUCI SAJA (SOLA SCRIPTURA): SEBUAH IDE YANG MENJADI POPULER BARU SEJAK ABAD KE-16
Ide bahwa Kitab Suci saja adalah sesuatu yang asing di kalangan Jemaat perdana. Seluruh jemaat-jemaat perdana lokal mengakui struktur hierarki Gereja dan peranan Tradisi dan wewenang Gereja atas pengertian Kitab Suci. Berikut adalah empat kutipan dari bapa-bapa Gereja yang terkenal untuk menunjukkan hal tersebut.
Catatan kaki:
[1] Henry G. Graham, Where We Got the Bible: Our Debt to the Catholic Church {Dari Mana Kita Mendapatkan Kitab Suci: Utang Budi Kita kepada Gereja Katolik}, Tan Books, 1977, Bab 4; lihat pula Ireneus, Against Heresies {Melawan Bidah}, Buku 4, bab 20.
[2] Mike Aquilina, The Fathers of the Church {Bapa-Bapa Gereja}, hal. 28-29.
Artikel-Artikel Terkait
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 4 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 4 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 4 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 4 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 5 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 5 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 7 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 7 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 7 bulanBaca lebih lanjut...