Pertemuan Pertama St. Yohanes Don Bosko dengan Dominikus Savio. Beberapa Peristiwa Menarik yang Terkait dengannya.

BAB VI.

Pertemuan Pertama St. Yohanes Don Bosko dengan Dominikus Savio. Beberapa Peristiwa Menarik yang Terkait dengannya.

Perkara yang termuat dalam bab-bab berikut ini didasari bukti yang lebih bersifat pribadi dan lengkap, sebab hampir semua kejadiannya berlangsung di bawah perhatian saya, dan juga di hadirat banyak anak laki-laki yang semufakat dalam kesaksian mereka tentang kejadian-kejadian itu.

Pada tahun 1854, Romo Cugliero, imam yang menceritakan kejadian-kejadian yang disebutkan pada bab sebelumnya, datang menemui saya sehubungan salah seorang siswanya.

“Di sini, di Oratorium anda”, ujarnya, “kemungkinan ada anak laki-laki yang setara dia, namun saya bisa menyatakan dengan pasti bahwa tak ada yang melebihi dia; bahkan, anda akan mendapatinya sebagai seorang St. Aloysius yang lain.”

Pada waktu itu, saya kadang-kadang membawa anak-anak laki-laki saya ke Murialdo. Di situ adalah pedesaan kecil, tempat kita bisa menyempatkan sedikit waktu menikmati udara pedesaan dan kehidupan di alam terbuka. Dan di sana, kami biasanya mendaraskan Novena untuk bersiap-siap menyambut serta merayakan Pesta Rosario Suci. Oleh karena itulah saya atur supaya ketika saya di Murialdo, Dominikus dibawa dari Mondonio untuk bertemu saya.

Maka saya berkenalan dengan Dominikus Savio di Murialdo, pada Senin pertama bulan Oktober 1864. Ia didampingi bapaknya, dan seraya mereka datang untuk berbicara dengan saya, saya lihat perilakunya yang menyenangkan, namun penuh hormat, dan ada sesuatu dalam perilakunya yang membuat perhatian saya terpaku padanya. Ketika ia sampai, saya ajukan sebuah pertanyaan kepadanya, yang dijawabnya demikian:

“Saya ini anak yang dibicarakan oleh Romo Cugliero kepada anda. Saya telah datang bersama bapak saya dari Mondonio.”

Kami berjalan bersama-sama, dan saya menanyakan dia tentang studi-studinya, serta cita-citanya, dan kami langsung menjadi sangat bersahabat dan akrab. Boleh dikata bahwa saya langsung mengenali seorang anak yang sesuai dengan kesukaan hati Allah, dan diri saya pun tak bisa menafikan telah terpengaruh oleh daya kerja rahmat yang sudah nyata pada orang yang begitu mudanya itu.

Setelah bercakap-cakap beberapa menit, dan sebelum saya bisa berpaling ke samping untuk berbicara kepada bapaknya, ia berkata kepada saya:

“Lantas, bagaimana pendapat Romo tentang perkara ini: apa Romo bersedia membawa saya ke Torino untuk studi saya?”

Saya menjawab bahwa menurut saya, di sana ada bahan sangat bagus yang bisa dikerjakan.

“Menurut Romo, apa yang bisa Romo buat dari bahan itu?”

Melihat bahwa ia sepenuhnya menangkap maksud saya, saya pun berkata:

“Sesuatu yang indah dan berkenan kepada Allah.”

Jawabannya:

“Maka saya harus menjadi bahan pekerjaan itu, dan Romolah yang harus membentuknya. Lantas bawalah saya bersama Romo ke sana.”

“Namun”, ujar saya, “saya khawatir kesehatanmu yang rapuh itu tidak akan tahan lelah dari studi yang begitu banyak.”

“Menurut saya, kita tidak perlu takut perkara itu”, ujarnya. “Allah sudah memberi saya kesehatan dan segala pertolongan sampai sekarang, dan Ia tentunya akan membantu saya ke depannya.”

Saya lalu bertanya kepadanya, apa yang hendak dilakukannya ketika studi dasarnya sudah tuntas. Dia menjawabnya dengan berkata:

“Seandainya saya bisa mengharapkan pertolongan semacam itu dari Allah, hasrat saya yang membara adalah menjadi seorang imam.”

“Baik sekali”, jawab saya; “sekarang, saya ingin melihat apabila kamu mampu belajar dengan cepat; ambillah buku kecil ini, dan pelajarilah halaman ini dari buku itu; esok hari, saya akan melihat apabila kamu paham.”

Saya lalu menyuruhnya pergi menemui anak laki-laki lainnya supaya ikut bermain dengan mereka, sambil berbicara kepada bapaknya. Namun ada kejutan kecil yang menanti saya, sebab baru saja berlalu sepuluh menit, Dominikus kembali dan berkata dengan sikap ramahnya yang biasa itu:

“Kalau Romo mau, saya akan bacakan halaman itu untuk Romo sekarang.”

Saya ambil buku itu dengan rasa takjub, dan terkejutnya diri saya itu hanya semakin besar ketika ia membaca halaman buku itu dari hati, dan mampu menjelaskan semua perikop yang ada di dalamnya.

“Hebat”, ujar saya, “karena kamu sudah menanti-nanti pelajaranmu, saya akan menanti-nanti jawaban saya. Saya akan membawa kamu ke Torino, dan kamu akan menjadi salah seorang anak laki-laki pilihan saya; kamu sekarang harus berdoa agar Allah sudi membantumu dan saya juga melaksanakan Kehendak Suci-Nya.”

Tak tahu bagaimana bisa mengungkapkan rasa syukurnya yang besar, ia memegang tangan saya dan berkata:

“Saya harap perilaku saya tidak akan pernah membuat Romo mengeluh.”

Catatan kaki:

Disadur dari sumber berbahasa Inggris:

The Life of Dominic Savio [Riwayat Hidup Dominikus Savio], yang diterjemahkan dari karya orisinal Santo Yohanes Don Bosko, Salesian Press, Surrey Lane, Battersea, London, S. W.; Nihil Obstat: F. Thomas Bergh, OSB (Censor Deputatus); Imprimatur: PETRUS, Episcopus Southwarcensis; 1915, hal. 19-21.