^
^
Extra Ecclesiam nulla salus (EENS) | Sekte Vatikan II | Bukti dari Kitab Suci untuk Katolisisme | Padre Pio | Berita | Langkah-Langkah untuk Berkonversi | Kemurtadan Besar & Gereja Palsu | Isu Rohani | Kitab Suci & Santo-santa |
Misa Baru Tidak Valid dan Tidak Boleh Dihadiri | Martin Luther & Protestantisme | Bunda Maria & Kitab Suci | Penampakan Fatima | Rosario Suci | Doa-Doa Katolik | Ritus Imamat Baru | Sakramen Pembaptisan |
Sesi telah kadaluarsa
Silakan masuk log lagi. Laman login akan dibuka di jendela baru. Setelah berhasil login, Anda dapat menutupnya dan kembali ke laman ini.
Kematian Pendosa - Pertimbangan VI St. Alfonsus
PERTIMBANGAN VI.
Kematian Pendosa
“Ketika ketakutan mendatangi mereka, mereka akan mencari damai, dan damai tidak ada. Masalah demi masalah akan datang.” Yehezkiel vii. 25, 26.
POIN PERTAMA.
Di kehidupan ini, para pendosa mengusir ingatan dan pikiran tentang kematian, dan dengan demikian mencari damai (meskipun mereka tak pernah menemukannya) dengan menjalani kehidupan dosa; namun ketika mereka berada dalam kegelisahan maut, menjelang masuknya mereka ke alam baka, “ketika ketakutan mendatangi mereka, mereka akan mencari damai, dan damai tidak ada”, mereka tidak lagi bisa melarikan diri dari hati nurani mereka yang jahat; mereka akan mencari damai, namun damai macam apa yang bisa ditemukan oleh jiwa yang penuh dosa, yang menyengatnya ibarat segerombolan ular beludak? Damai macam apa, ketika ia merenungkan bahwa dalam beberapa saat, ia harus hadir di hadapan Yesus Kristus Hakimnya, yang hukum serta persahabatan-Nya telah sampai saat itu dibencinya? “Masalah demi masalah akan datang.” Warta kematian baru saja diterimanya, pikiran berucap selamat tinggal kepada segala hal di dunia ini, sesal nuraninya atas hilangnya waktu, kurangnya waktu, ketatnya Keadilan Ilahi, alam baka yang celaka yang menantikan para pendosa; semuanya ini akan meniupkan prahara yang mengerikan, yang akan mengacaukan pikirannya, memperbesar kegelisahannya; dan orang yang sekarat itu akan beralih ke dunia lain dengan begitu risau dan takutnya.
Abraham, dengan jasa yang besar, berharap dalam Allah meskipun tidak ada dasar untuk berharap secara manusiawi, sebab Ia percaya akan janji Ilahi: “sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, ia percaya akan harapan” (Roma iv. 18). Namun para pendosa, dengan pengurang jasa yang besar, dan dengan kesalahan yang menyebabkan kehancuran mereka, tidak hanya berharap sekalipun tak ada dasar untuk berharap, namun juga dengan menentang iman, ketika mereka membenci ancaman-ancaman Allah terhadap orang yang tegar tengkuknya sekalipun. Mereka takut akan kematian yang celaka, namun mereka tidak takut menjalani kehidupan yang jahat. Tetapi, siapakah yang meyakinkan mereka bahwa mereka tidak akan mati mendadak akibat kilat, penyakit pitam, atau pecahnya pembuluh darah? Dan seandainya pun mereka punya waktu untuk bertobat ketika sekarat, siapakah yang meyakinkan mereka bahwa mereka akan sungguh bertobat? St. Agustinus dahulu harus bertarung selama dua belas tahun untuk menaklukkan kebiasaan-kebiasaan buruknya; lantas mungkinkah, orang sekarat yang hati nuraninya telah senantiasa dinodai dosa akan sungguh bertobat di tengah-tengah kesakitan, gangguan pikiran, dan dalam segala kekacauan maut? Saya berkata sungguh, karena tidak cukup untuk berkata dan berjanji, tetapi kita harus berkata dan berjanji dari hati. Ya Allahku, kengerian macam apa yang akan menyergap dan mengacaukan orang malang itu, yang hati nuraninya telah ditelantarkan, ketika ia mendapati dirinya kewalahan karena dosa, serta rasa takut akan pengadilan, Neraka, dan alam baka! Kekacauan apa yang akan menghantui dirinya akibat pikiran-pikiran itu, ketika ia mendapati kepalanya lemah, benaknya gelap dan diserang oleh rasa sakit dari ajal yang sedang mendekat? Ia akan mengaku, berjanji, menangis; ia akan meminta kerahiman Allah, namun tanpa mengetahui yang dilakukannya. Dan dalam prahara kegelisahan, sesal hati, duka dan kengerian ini, ia akan beralih ke dunia yang berikutnya: “Orang-orang akan dikejutkan, dan mereka akan mati” (Ayub xxxiv. 20). Seorang penulis berkata dengan baik, bahwa doa, air mata dan janji pendosa yang sekarat seperti doa dan janji seseorang yang diserang musuhnya, musuh yang memegang sebuah belati pada lehernya demi merampok hidupnya. Celakalah ia yang berbaring di ranjangnya di bawah kekecewaan Allah, dan dari sejak itu beralih ke alam baka.
DAMBAAN DAN DOA.
Ya Bilur-Bilur Yesus, ya pengharapanku! Seharusnya putus harapanku untuk memperoleh ampun atas dosa-dosaku, dan keselamatan kekalku, seandainya kau tak kulihat, ya mata air kerahiman dan rahmat, yang melalmuimu Allah telah menumpahkan semua darah-Nya demi membasuh jiwaku dari begitu banyaknya dosa yang telah kuperbuat. Maka kusembah Kau, ya Bilur-Bilur suci, engkaulah andalanku. Seribu kali kubenci, seribu kali kukutuki kenikmatan-kenikmatan tak pantas yang telah membuatku mengecewakan Juru Selamatku, dan dengan malangnya kehilangan persahabatan-Nya. Maka sambil menatapmu, kuangkat harapanku, dan kualihkan rasa sayangku kepadamu, ya Yesusku yang terkasih. Engkau pantas semua orang mengasihi-Mu, dan mencintai-Mu dengan segenap hati mereka; namun aku telah begitu banyak menghina-Mu dan membenci kasih-Mu; dan Engkau walau demikian telah begitu lamanya bersabar terhadap diriku, dan telah dengan kerahiman yang begitu besarnya mengundang aku untuk mendapat ampun. Ya Juru Selamatku, janganlah biarkan aku menghina-Mu lagi dan kehilangan jiwaku. Ya Allah, siksaan apa yang akan kutanggung di Neraka ketika melihat Darah-Mu serta begitu banyaknya belas kasih yang telah Kautunjukkan bagiku! Kucinta Kau, dan Kau akan selalu kucinta. Berilah aku ketekunan suci. Lepaskanlah hatiku dari segala cinta yang bukan untuk Dikau, dan tancapkanlah pada diriku keinginan serta tekad yang sejati sejak dari hari ini sampai ke depannya untuk mencintai Engkau saja, ya Kebaikanku yang Terluhur.
Ya Maria, ya Bundaku, tariklah aku kepada Allah, dan buatlah aku seutuhnya milik-Nya sebelum aku mati.
POIN KEDUA.
Bukan satu, melainkan banyak, jumlah siksaan yang akan diderita pendosa yang sekarat. Di satu sisi ia akan disiksa roh-roh jahat. Pada waktu kematian, para musuh yang mengerikan itu akan mengerahkan segenap kekuatan mereka untuk menyebabkan binasanya jiwa yang akan segera meninggalkan hidup ini; mereka tahu bahwa hanya ada sedikit waktu yang tersisa bagi mereka untuk memenangkannya, dan bahwa jika mereka kehilangan jiwa itu, maka mereka akan kehilangan dia untuk selama-lamanya: “Iblis telah turun kepadamu, dalam geramnya yang dahsyat, karena ia tahu, bahwa waktunya sudah singkat” (Wahyu xii. 12). Dan bukan satu saja, melainkan tak terhitung jumlah iblis yang mengerubungi orang yang sekarat itu, untuk menggodanya dan membawanya ke dalam kebinasaan: “Rumah mereka akan dipenuhi ular” (Yesaya xiii. 21). Seseorang akan berkata kepadanya, “Jangan takut, engkau akan sembuh”. Orang lain akan berkata, “Bagaimana bisa, karena sudah bertahun-tahun lamanya engkau tuli terhadap suara Allah, dan engkau sekarang mengharapkan-Nya berbelas kasih kepadamu?” Yang lain, “Bagaimana bisa engkau sekarang memperbaiki penghinaan-penghinaan yang telah dilakukan, dan reputasi yang telah kauhancurkan?” Yang lain, “Tidakkah engkau melihat bahwa semua pengakuan dosamu batal tanpa dukacita sejati, tanpa tekad pembenahan? Bagaimana kau bisa memperbaikinya?”
Di sisi lain, orang sekarat itu akan melihat dirinya sendiri dikelilingi oleh dosa-dosanya: “Kejahatan akan menjerat orang fasik ke dalam kebinasaan” (Mazmur cxxxix. 12). “Dosa-dosa ini”, ujar St. Bernardus, “ibarat para pengawal yang waspada, akan memegangnya dalam cengkeraman mereka, dan berkata kepadanya: Kami adalah perbuatanmu, kami tidak akan meninggalkanmu; kami akan mendampingimu masuk ke dalam hidup yang berikutnya, dan kami akan hadir bersama engkau di hadirat Hakim yang Kekal”. Orang yang sekarat itu lalu akan ingin membebaskan dirinya dari para musuh semacam itu; namun untuk melakukannya, ia harus membenci mereka. Ia harus bertobat dengan segenap hatinya kepada Allah; sedangkan benaknya gelap, dan hatinya keras: “Hati yang keras akan celaka pada akhirnya, dan ia yang mencintai bahaya akan binasa di dalamnya” (Sirakh iii. 27). St. Bernardus berkata bahwa hati yang telah begitu kerasnya berdosa dalam hidup akan mengerahkan upaya sebanyak mungkin untuk lolos dari pengutukan, namun takkan berhasil, dan kewalahan oleh niat jahatnya sendiri, akan berakhir hidupnya dalam keadaan yang sama. Karena ia sampai saat itu mencintai dosa, si pendosa itu juga telah mencintai bahaya menjadi terkutuk; maka dengan adilnya Tuhan membiarkannya binasa dalam bahaya yang dipilihnya untuk dia jalani sampai waktu kematiannya. St. Agustinus berkata, bahwa barang siapa ditinggalkan oleh dosa, sebelum dirinya sendiri meninggalkannya, akan hampir tidak membenci dosa sebagaimana mestinya pada waktu kematian, karena yang dilakukannya akan pada waktu itu dilakukan akibat kebutuhan: “Barang siapa ditinggalkan oleh dosa sebelum dirinya sendiri meninggalkannya, tidak mengutuki dosa karena kehendak bebasnya, namun seperti akibat kebutuhan”.
Maka celakalah pendosa yang keras hati itu, dan yang menolak panggilan Allah. Alih-alih berserah dan melunak berkat suara Allah, dengan durhakanya ia menjadi semakin keras hati, seperti paron yang mengeras akibat pukulan godam: “Hatinya akan keras seperti batu, dan keras seperti paron tukang besi” (Ayub xli. 15). Yang akan menjadi hukumannya, adalah mendapati dirinya sendiri sama saja pada waktu kematian, meskipun pada titik tempat dirinya beralih ke alam baka: “Hati yang keras akan celaka pada akhirnya.” “Para pendosa”, ujar Tuhan, “telah membalikkan punggung mereka kepada-Ku, dan bukan wajah mereka; dan pada waktu mereka menderita, mereka akan berkata: Bangkitlah dan bebaskanlah kami. Di manakah ilah-ilah yang telah kalian buat bagi diri kalian sendiri? Biarlah mereka bangkit dan membebaskan kalian” (Yeremia ii. 27, 28). Orang-orang malang yang celaka itu akan mencari pertolongan Allah pada waktu kematian, dan Allah akan berkata kepada mereka, “Sekarang, kalian mendatangi Aku? Panggil saja ciptaan untuk membantu kalian, sebab merekalah yang telah menjadi ilah kalian”. Akan seperti itulah perkataan Tuhan, karena mereka akan mencari pertolongan-Nya, namun tanpa maksud tulus untuk bertobat. St. Hieronimus menyatakan bahwa ia percaya dengan pasti dan telah belajar dari pengalaman, bahwa orang yang telah menjalani kehidupan buruk sampai akhirnya tidak akan pernah menemui ajal yang baik: “Hal ini saya percayai, dan telah saya pelajari melalui banyak pengalaman, bahwa ajal buruk akan ditemuinya kalau ia telah selalu menjalani kehidupan yang buruk”.[1]
DAMBAAN DAN DOA.
Ya Juru Selamatku, bantulah aku, janganlah tinggalkan aku; kulihat jiwaku sepenuhnya diliputi luka dosa, hasratku melakukan kekerasan terhadap aku, kebiasaan buruk membuatku kewalahan; kusujud di kaki-Mu, kasihanilah aku, dan bebaskanlah aku dari begitu banyaknya kejahatan: “Pada-Mu, ya Tuhan, ‘ku telah berharap: janganlah biarkan aku binasa selamanya”. Janganlah Kaubiarkan jiwa yang mengandalkan-Mu binasa. Aku bertobat karena telah menghina-Mu, ya Kebaikan Tak Terhingga; aku telah berbuat jahat, dan mengakuinya; berapa pun biayanya, aku ingin membenahinya; namun kalau tidak dibantu Engkau dengan rahmat-Mu, aku binasa. Terimalah, ya Yesusku, pemberontak ini, yang dahulu telah menghina-Mu dengan begitu parah. Ingatlah bahwa Engkau telah menebusku dengan darah-Mu dan hayat-Mu. Maka dengan jasa-jasa Sengsara dan kematian-Mu, terimalah aku dalam dekapan-Mu, dan berilah aku ketekunan suci. Aku dahulu sudah binasa; Engkau telah memanggil aku: lihatlah, takkan lagi aku melawan; kubaktikan diriku sendiri kepada-Mu; ikatlah aku dengan cinta-Mu, dan jangan lagi biarkan aku kehilangan diriku sendiri dengan kehilangan rahmat-Mu kembali. Ya Yesusku, jangan biarkan itu terjadi. Ya Maria, ya Ratuku, jangan biarkan itu terjadi; tetapi perolehkanlah maut bagiku, dan ribuan maut, daripada aku kembali kehilangan rahmat Putramu.
POIN KETIGA.
Sungguh mengagumkan ketika kita berkata bahwa Allah tidak berbuat apa-apa selain mengancam para pendosa dengan kematian yang celaka: “Lalu mereka akan memanggil Aku, dan Aku tidak akan mendengar” (Amsal i. 28). “Akankah Allah mendengar seruannya ketika bencana mendatanginya?” (Ayub xxvii. 9). “Aku juga akan menertawakan kebinasaanmu, dan akan mencemooh” (Amsal i. 26). “Allah tertawa ketika ia tidak memperlihatkan kerahiman.”[2] “Hak-Kulah pembalasan dendam, dan Aku akan membayar mereka pada waktunya, sehingga kaki mereka akan tergelincir” (Ulangan xxxii. 35). Pada begitu banyak tempat lainnya, Ia mengancam seperti itu pula; namun para pendosa tetap hidup dalam damai tenteram seolah-olah Allah telah secara pasti menjanjikan mereka pengampunan dan Firdaus. Memang benar bahwa Allah telah berjanji mengampuni pendosa pada saat ia bertobat; namun Ia tidak berkata bahwa pada kematian, pendosa akan bertobat; sebaliknya, Ia telah sering menyatakan bahwa orang yang hidup dalam dosa akan mati dalam dosa: “Kalian akan mati dalam dosa-dosa kalian” (St. Yohanes viii. 21). Ia telah berkata bahwa orang yang mencari diri-Nya pada waktu kematian takkan menemukan diri-Nya: “Kalian akan mencari Aku dan tidak akan menemukan-Ku” (St. Yohanes vii. 34). Maka kita harus mencari Allah ketika Ia dapat ditemukan: “Carilah Tuhan ketika Ia dapat ditemukan” (Yesaya lv. 6). Ya; karena akan datang waktunya ketika Ia tidak dapat ditemukan. Para pendosa yang malang! Para pendosa yang buta! Mereka menunda pertobatan mereka sampai waktu kematian, ketika takkan ada lagi waktu untuk bertobat. “Orang fasik”, ujar Oleaster, “tidak akan belajar berbuat jahat atau baik sampai tidak lagi ada waktu untuk melakukannya”. Allah ingin menyelamatkan semua orang, namun Ia menghukum orang yang berkeras kepala.
Kalau kebetulan seorang pendosa celaka terkena penyakit pitam, dan kehilangan indranya, betapa semua orang melihatnya akan bangkit bela rasanya ketika melihat orang itu mati tanpa sakramen dan tanpa tanda pertobatan! Dan sukacita semacam apa yang akan dialami setiap orang seandainya pendosa itu siuman, memohon absolusi dan membuat doa tobat! Tetapi bukankah itu orang gila, kalau ketika dirinya punya waktu untuk melakukannya, ia terus berdosa, atau kembali kepada dosa, dan mengalami bahaya dikejutkan oleh ajal, pada saat ia mungkin berbuat dosa atau tidak? Sungguh mengerikan kalau kita melihat siapa pun mati mendadak; tetapi betapa banyaknya orang yang sengaja mengalami bahaya kematian mendadak dan mati dalam dosa!
“Timbangan dan neraca keadilan adalah kepunyaan Tuhan” (Amsal xvi. 11). Kita tidak mencatat rahmat yang dikaruniakan Allah kepada kita; namun Allah menjaga catatannya dan menimbang rahmat-rahmat itu; dan ketika Allah melihat rahmat-rahmat-Nya dibenci sampai titik tertentu, Ia membiarkan pendosa berada dalam dosanya, dan membiarkannya mati dalam keadaan ini. Celakalah bahwasanya orang yang menunda pertobatannya sampai ajal. “Pertobatan yang dituntut dari orang sakit juga pada hakikatnya sendiri menyakitkan”, ujar St. Agustinus.[3] St. Hieronimus berkata “bahwa dari antara seratus ribu pendosa yang terus berdosa sampai kematian mereka, hampir tidak ada satu orang yang pantas mendapat kerahiman Allah dalam ajalnya”.[4] St. Vincentius Ferrer berkata, “bahwa akan menjadi suatu mukjizat yang lebih besar seandainya orang-orang yang terbiasa hidup jahat mengalami penghujung hidup yang baik ketimbang membangkitkan orang mati sehingga menjadi hidup”.[5] Dukacita macam apa, pertobatan macam apa yang mungkin dicetuskannya pada waktu kematian, kalau ia sampai saat itu telah mencintai dosa? Bellarminus bercerita bahwa ketika ia telah pergi menolong seseorang yang sekarat, dan usai menasihatinya untuk mendaraskan doa tobat, orang itu menjawab bahwa ia tidak tahu apakah penyesalan itu. Bellarminus bersusah payah menjelaskannya kepada orang itu; tetapi pria yang sakit itu berkata: “Romo, saya tidak memahami anda; saya tidak mampu melakukan hal-hal ini”. Dan demikianlah ia meninggal, “dengan meninggalkan tanda-tanda yang jelas bahwa ia terkutuk”, seperti yang tercatat dalam karya tulis Bellarminus. Hukuman adil bagi pendosa, ujar St. Agustinus, akan menjadi seperti ini: karena ia telah melupakan Allah di sepanjang hidupnya, ia akan melupakan dirinya sendiri dalam kematian: “Ia dipukul dengan teramat adil, sebab ia telah melupakan Allah di sepanjang hidupnya, dan karena itu ia mati melupakan dirinya sendiri”.[6] “Janganlah sesat”, ujar sang Rasul, “Allah tidak membiarkan diri-Nya diolok-olok: sebab apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barang siapa menabur dalam dagingnya, dari dagingnya ia akan menuai kebinasaan” (Gal. Vi. 7). Akan menjadi olok-olok bagi Allah, kalau orang hidup membenci hukum-Nya, dan lalu ia menerima pahala dan kemuliaan kekal; namun “Allah tidak membiarkan diri-Nya diolok-olok”. Yang kita taburkan di hidup ini akan kita tuai di kehidupan yang akan datang. Barang siapa menabur kenikmatan-kenikmatan daging terlarang takkan menuai apa-apa selain kebinasaan, penderitaan dan kematian kekal.
Orang Kristen yang terkasih, yang dikatakan bagi orang lain juga dikatakan demikian bagi anda. Katakanlah, seandainya anda sekarang sekarat, dokter anda menyerah, anda kehilangan kemampuan indra anda, dan pada sengsara anda yang terakhir, tidakkan anda ingin berdoa dengan tulus kepada Allah supaya Ia mengaruniakan anda sebulan lagi, sepekan lagi, demi melunaskan beban hati nurani anda! Allah memberi waktu kepada anda sekarang. Balaslah utang budi anda kepada-Nya, cepat-cepatlah anda memperbaiki kejahatan yang telah anda perbuat, dan gunakanlah segala cara demi memulihkan diri anda kepada keadaan rahmat, dan berada dalam keadaan itu ketika ajal menjemput; sebab pada saat itu, tidak aka nada lagi waktu untuk mengobati masa lalu.
DAMBAAN DAN DOA.
Ah, ya Allahku, siapakah yang mungkin begitu sabarnya dengan aku seperti diri-Mu! Seandainya kebaikan-Mu terbatas, takkan ada harapan bagiku untuk memperoleh ampun. Namun aku harus menghadapi Allah yang telah mati demi memperolehkanku pengampunan dan keselamatan. Engkau memerintahkan aku supaya berharap, dan aku akan berharap. Jika dosa-dosaku memperingatkan dan menghukumku, jasa-jasa dan janji-janji-Mu memberiku keberanian. Engkau telah menjanjikan rahmat-Mu bagi siapa saja yang kembali kepada-Mu: “Kembalilah dan hiduplah” (Yehezkiel xviii. 32). Engkau telah berjanji akan merangkul siapa saja yang berpaling kepada-Mu: “Berpalinglah kepada-Ku, dan Aku akan berpaling kepada-Mu” (Zakharia i. 3). Engkau telah berkata bahwa Engkau tak dapat membenci hati yang rendah dan remuk (Mazmur l.) Lihatlah diriku, ya Tuhan; kembali kudatang kepada-Mu; aku berpaling kepada-Mu; kuakui bahwa aku pantas mendapat seribu Neraka; dan aku bertobat karena telah menghina-Mu. Dengan teguh aku berjanji takkan lagi menghina-Mu, dan akan senantiasa mencintai-Mu. Ah, janganlah biarkan aku kembali hidup mendurhakai begitu banyaknya kebaikan. Bapa yang Kekal, dengan jasa-jasa ketaatan Yesus Kristus, yang mati untuk menaati-Mu, karuniakanlah rahmat supaya aku dapat menaati-Mu sampai akhir hayat. Kucinta Kau, ya Kebaikanku yang Terluhur; dan dengan cintaku kepada-Mu, akan kutaati Engkau dalam segala sesuatu. Berilah aku ketekunan suci; berilah aku kasih, dan takkan kuminta apa-apa lagi dari Engkau. Ya Maria, ya Bundaku, jadilah perantara bagiku.
Catatan kaki:
Disadur dari sumber berbahasa Inggris, yang orisinalnya diterjemahkan dari bahasa Italia.
St. Alfonsus Maria de Liguori, The Eternal Truths. Preparation for Death [Kebenaran-Kebenaran Abadi. Persiapan Kematian], London, Burns and Lambert, 1857, hal. 36-43.
Tanda * tertera pada kutipan yang tidak bisa ditemukan penulisnya atau yang tidak bisa ditemukan perikop rujukannya oleh Penyunting.
[1] *St. Hieronimus, in Ep. Euseb. Ad Dam.
[2] *St. Gregorius.
[3] St. Agustinus, Serm. lvii. de temp. (255 in App. Ed. Ben.).
[4] *St. Hieronimus, Ep. Euseb. de morte ejusdem.
[5] *St. Vincentius Ferrer, Serm i. de Nat. B.M.V.
[6] St. Agustinus, Serm. x. de Sanct. (Serm. 220 App. Ed. Ben.).
Bunda maria yang penuh kasih... doakanlah kami yang berdosa ini ....
Thomas N. 1 bulanBaca lebih lanjut...Halo – meski Bunda Teresa dulu mungkin tampak merawat orang secara lahiriah, namun secara rohaniah, ia meracuni mereka: yakni, dengan mengafirmasi mereka bahwa mereka baik-baik saja menganut agama-agama sesat mereka...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Tentu saja kami ini Katolik. Perlu anda sadari bahwa iman Katolik tradisional itu perlu untuk keselamatan, dan bahwa orang yang meninggal sebagai non-Katolik (Muslim, Protestan, Hindu, Buddhis, dll.) TIDAK masuk...
Biara Keluarga Terkudus 2 bulanBaca lebih lanjut...Terpuji lah Tuhan allah pencipta langit dan bumi
Agung bp 3 bulanBaca lebih lanjut...apakah anda katolik benaran?
lidi 3 bulanBaca lebih lanjut...Saat bunda teresa dengan sepenuh hati merawat dan menemani mereka dalam sakratul maut saya percaya kalau tindakan beliau secara tidak langsung mewartakan injil dan selebihnya roh kudus yang berkenan untuk...
bes 3 bulanBaca lebih lanjut...Ramai dibahas oleh kaum protestan soal soal Paus Liberius. Trimakasuh untuk informasinya
Nong Sittu 3 bulanBaca lebih lanjut...Halo kami senang anda kelihatannya semakin mendalami materi kami. Sebelum mendalami perkara sedevakantisme, orang perlu percaya dogma bahwa Magisterium (kuasa pengajaran Paus sejati) tidak bisa membuat kesalahan, dan juga tidak...
Biara Keluarga Terkudus 5 bulanBaca lebih lanjut...Materi yang menarik. Sebelumnya saya sudah baca materi ini, namun tidak secara lengkap dan hikmat. Pada saat ini saya sendiri sedang memperdalami iman Katolik secara penuh dan benar. Yang saya...
The Prayer 5 bulanBaca lebih lanjut...Santa Teresa, doakanlah kami
Kristina 6 bulanBaca lebih lanjut...