“Draf bocoran dari dokumen para uskup tentang Komuni tidak memiliki rujukan eksplisit kepada para politikus pro-pilihan”

americamagazine.org

“Suatu draf dari dokumen tentang Ekaristi yang sedang dipersiapkan oleh suatu kelompok uskup AS sebelum pertemuan Konferensi Waligereja Katolik AS di musim gugur hanya membuat rujukan-rujukan yang tidak langsung kepada para politikus Katolik yang tidak setuju dengan ajaran Gereja, kemungkinan mengurangi harapan-harapan dari beberapa umat Katolik yang telah mencari gaya bahasa yang kuat yang dapat menjadi landasan untuk menolak pemberian Komuni kepada para pemimpin politik Katolik yang menyimpang dari ajaran gereja, termasuk Presiden Joe Biden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Nancy Pelosi.

Draf tersebut, yang didapatkan oleh majalah America, pertama kali diterbitkan oleh bulletin Katolik The Pillar pada hari Selasa …

Kebanyakan dari draf dokumen itu, yang panjangnya hampir 30 halaman, adalah suatu perjalanan teologis yang membahas kepercayaan Katolik tentang Ekaristi, yang menurut ajaran Katolik adalah tubuh dan darah Kristus. Dokumen tersebut mengutip beberapa Paus terkini dan mengutip pentingnya Ekaristi bagi sejumlah orang kudus. Dokumen itu mengakui tantangan-tantangan yang dihadapi oleh umat Katolik pada masa pandemi, sewaktu banyak gereja memindahkan ibadat ke ruangan online, dan dokumen itu mendorong orang-orang Katolik yang telah meninggalkan gereja untuk menimbang agar dapat kembali.

Tentang pertanyaan politis, dokumen itu menyertakan beberapa paragraph tentang bagaimana beberapa umat Katolik – termasuk tokoh publik – harus menilai kelayakan mereka untuk menerima Komuni tetapi sama sekali tidak menawarkan suatu daftar tentang siapa yang berhak atau tidak berhak menerima sakramen itu.

‘Orang awam yang melaksanakan suatu jenis otoritas publik memiliki suatu tanggung jawab khusus untuk mewujudkan ajaran Gereja dalam pelayanan mereka untuk kebaikan bersama’, ujar dokumen tersebut.

Di dalam suatu bagian lain, dokumen itu tampaknya menargetkan suatu rumusan yang dahulu lazim ditemukan dari antara para politikus Katolik yang mendukung hak-hak aborsi – perlawanan pribadi terhadap aborsi, tetapi suatu keengganan untuk memberlakukan pandangan-pandangan religius kepada masyarakat – dengan menyatakan bahwa kepercayaan-kepercayaan religius yang dianut secara pribadi harus menjadi esensi dari tindakan-tindakan publik.

‘Kita semua perlu menjadi konsisten dalam hal membawa cinta kasih Kristus bukan hanya kepada kehidupan pribadi kita, tetapi juga kepada setiap dimensi dari kehidupan publik kita’, ujar dokumen tersebut.

Para uskup akan berhimpun di Baltimore dari tanggal 15 Nov. sampai 18 Nov untuk pertemuan musim gugur mereka, di mana mereka akan diharapkan untuk berdebat dan pada akhirnya memberikan suara untuk draf dokumen tersebut …

Pada pekan lalu, Presiden Biden bertemu dengan Paus Fransiskus pada suatu kunjungan ke Vatikan. Saat berbicara kepada para wartawan setelah pertemuan yang hampir mencapai 90 menit itu, Tn. Biden berkata bahwa Sri Paus mendorongnya untuk terus menerima Komuni. Berpegang kepada protokolnya, Vatikan menolak untuk berkomentar tentang hal-hal yang spesifik dari pertemuan itu, dan menunjuk kepada suatu pernyataan tentang hal-hal yang dibahas oleh kedua pemimpin tersebut.

Sewaktu ditanya oleh seorang wartawan bilamana ia berencana untuk mendiskusikan pertanyaan Komuni dengan para uskup AS, Tn. Biden berkata, ‘Itu adalah suatu percakapan pribadi.’

Keesokan harinya, Tn. Biden menghadiri Misa di gereja di Roma dan menerima Komuni.

Paus Fransiskus berkata kepada seorang wartawan pada bulan September bahwa ia tidak pernah menolak untuk memberikan Komuni kepada siapa pun, walaupun ia tidak berkomentar secara langsung tentang para politikus AS. Pada bulan Oktober, Kardinal Peter Turkson, yang mengepalai Dikasterium untuk Memajukan Perkembangan Integral Manusia, berkata di dalam suatu wawancara bahwa Ekaristi tidak boleh dijadikan sebagai suatu ‘senjata’, dan sewaktu ditanya jika ia berpikir bahwa Tn. Biden harus ditolak untuk diberikan Komuni, ia menyatakan, ‘Tidak.’”